Thailand Panas, PM Srettha Thavisin Diberhentikan karena Langgar Etika

Mahkamah Konstitusi Thailand memberhentikan Perdana Menteri (PM) Srettha Thavisin, Rabu (14/8/2024). Ia disebut melanggar etika dengan mengangkat seorang menteri yang menjalani hukuman penjara, sehingga meningkatkan ancaman pergolakan politik dan goncangan dalam aliansi pemerintahan.

Srettha, seorang taipan real estate menjadi PM Thailand keempat dalam 16 tahun yang dicopot dalam putusan pengadilan yang sama. Padahal ia kurang dari setahun menjabat.

Para hakim menilainya gagal menjalankan tugasnya dengan integritas. Ini artinya parlemen harus bersidang untuk memilih PM baru dan membuat prospek ketidakpastian yang lebih besar di negara tersebut.

“Pengadilan telah menemukan 5-4, bahwa terdakwa diberhentikan sebagai perdana menteri karena kurangnya kejujurannya,” kata para hakim, seraya menambahkan bahwa perilakunya sangat melanggar standar etika dikutip Reuters.

Peradilan Thailandmemang memainkan peran penting dalam politik Negeri Gajah Putih. Pengadilan yang sama minggu lalu membubarkan Partai Move Forward setelah partai memutuskan mengkampanyekan reformasi undang-undang penghinaan terhadap keluarga kerajaan karena berisiko merusak monarki konstitusional.

Putusan tersebut juga datang pada saat ekonomi Thailand belum bangkit. Di mana sejumlah sektor seperti ekspor dan belanja konsumen masih lemah, diikuti utang rumah tangga yang sangat tinggi, dengan lebih dari satu juta usaha kecil tidak dapat mengakses pinjaman.

Pemerintah Thailand memperkirakan pertumbuhan hanya sebesar 2,7% untuk tahun 2024, tertinggal dari negara-negara tetangga. Bursa saham di Thailand juga telah menjadi pasar dengan kinerja terburuk di Asia tahun ini dengan indeks saham utamanya (SETI), turun sekitar 17%.

“Saya sedih harus meninggalkan jabatan sebagai perdana menteri yang terbukti tidak etis,” kata Srettha kepada wartawan di Gedung Pemerintah.

“Saya melaksanakan tugas saya dengan integritas dan kejujuran,” klaimnya.

Putusan pemberhentian Srettha diyakini dapat mengguncang “gencatan senjata” yang rapuh antara tokoh politik besar seperti mantan PM Thaksin Shinawatra dan musuh-musuhnya di kalangan elit konservatif dan militer. Diketahui Thaksin telah kembali dari pengasingan diri selama 15 tahun pada tahun 2023, di mana dirinya lengser dlewat kudeta di 2006.

Masalah etika yang dituduhkan ke Srettha terkait penunjukan mantan pengacara Shinawatra Pichit Chuenban. Ia sempat dipenjara karena penghinaan terhadap pengadilan pada tahun 2008 atas dugaan upaya menyuap staf pengadilan, adalah sah.

Tuduhan penyuapan tidak pernah terbukti. Pichit mengundurkan diri pada bulan Mei.

Wakil perdana menteri Phumtham Wechayachai diperkirakan akan mengambil alih jabatan sebagai PM sementara. Belum diketahui kapan pemilihan PM baru digelar.

Menurut beberapa pakar politik, kemungkinan partai Srettha, Pheu Thai masih akan memiliki pengaruh untuk memimpin pemerintahan berikutnya. Dampak pemberhentian hanya akan terasa dalam jangka pendek.

“Koalisi tetap bersatu,” kata Olarn Thinbangtieo, wakil dekan Fakultas Ilmu Politik dan Hukum Universitas Burapha.

“Mungkin ada beberapa dampak pada kepercayaan, tetapi itu akan terjadi dalam jangka pendek,” ujarnya.

Sejumlah nama bisa dinominasikan sebagai PM baru. Antara lain putri Thaksin yang berusia 37 tahun dan pemimpin partai Paetongtarn Shinawatra, koalisi Pheu Thai.

Jika berhasil menjadi PM, dia akan menjadi PM ketiga Thailand setelah Thaksin dan bibinya, Yingluck Shinawatra. Kandidat potensial lainnya termasuk Menteri Dalam Negeri Anutin Charnvirakul, Menteri Energi Pirapan Salirathavibhaga dan mantan kepala militer berpengaruh yang terlibat dalam dua kudeta terakhir, Prawit Wongsuwan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*